skip to main | skip to sidebar

METODE DAKWAH DI ERA GLOBALISASI


Oleh Ratnah Umar

Abstrak :  It is not easy to find a proper dawah in the context of spaciotemporal. The difficulties to determine the style of dawah are influenced by the complexity of society in the modern age. This of course leads the preacher (da’i) to adjust and confirm the methods of dawah in the modern and global context. These methods are these various methods are, dawah bil Kitabah (writing dawah) through book, magazine, letter, newspaper, and drawing. Second, dawah bil lisan (oral dawah) such as preaching, seminar, symposium, discussion, Khutbah, brain storming, roundtable discussion, chating, etc. Third, dawah bi al-Hal (Action dawah), this type represent in behavioral conduct, such as saving natural and social environments.

Kata kunci : Metode Dakwah, Era Globalisasi


Pendahuluan
Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang negatif jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Ada beberapa dampak negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat yang rawan mempengaruhi kehidupan seorang muslim, dan sekaligus menjadi tantangan dakwah di era globalisasi, yaitu:
Pertama, adalah kecenderungan maddiyyah (materialisme) yang selalu kuat pada zaman sekarang ini. Kedua, adanya proses atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan, gotong royong, telah diganti dengan semangat individualisme yang kuat. Ketiga, sekulerisme yang senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan masyarakat, karena agama dinilai hanya persoalan privat antar individu semata. Dan keempat, munculnya relativitas norma-norma etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam suatu konteks masyarakat yang dianggap tabu bisa saja dalam konteks masyarakat yang lain dianggap boleh (Amin Rais, 1998: 65-66)
Orang orang yang demikian kata Ali Syari'ati sebagaimana yang dikutip oleh Ari Ginanjar Agustian mengatakan bahwa bahaya yang paling besar yang dihadapi oleh umat manuysia zaman sekarang ini  bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah (Ary Ginanjar, 2002: xiii). Unsur kemanusiaan dalam dirinya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat, inilah mesin-mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan kehendak alam yang fitrah.
Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang muncul, misalnya pergaulan bebas yang juga muncul adalah dampak negatif dari nilai-nilai di atas. Persoalan miras, narkoba, dan lain-lain, dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan pribadi yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata bukan hanya menimpa dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat dan siswa yang lain. Oleh karena itu, nilai-nilai negatif tersebut haruslah dinetralisir dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang sangat menekankan keseimbangan kehidupan.
Sikap seorang muslim dalam menghadapi kehidupan adalah dengan tetap istiqamah dalam hidayah Allah swt. untuk menjalankan kenikmatan agama Islam secara kaffah, bukan malah menggantinya dengan kekufuran yang akan menyebabkan kerugian dirinya sendiri. Allah swt berfirman dalam QS. Ibrahim (14): 28-29:

Terjemahnya:
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman (Departemen Agama RI, 2006: 259).
Islam menghendaki apapun nilai-nilai, sistem kebudayaan, dan rekayasa peradaban yang dilakukan oleh manusia, tidak menyimpang dari tuntunan al-Qur'an. Karena dalam Islam, kehidupan di dunia hanyalah sementara dan fana yang seharusnya tidak ditukar dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi sebagai tempat tujuan terakhir manusia, dengan pilihan surga atau neraka.
Tulisan ini akan membahas beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengemban misi dakwah di era globalisasi dan bagaimana metode dakwah yang diterapkan di era globalisasi.

Trend Globalisasi dalam Perspektif Barat dan Islam
Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan pergaulan dunia. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang negatif jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan, akan tetapi memberikan dampak multidimensi. Globalisasi telah menjadi lokomotif perubahan tata dunia dengan konsekuensi akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Globalisasi atau globalization dalam bahasa arab disebut dengan al-aulamah yaitu masdar dari al-‘ālam berdasarkan timbangan atau wazan faualah yang memiliki arti alam atau dunia yang dalam bahasa arab disebut dengan al-ālamiah.   Sebahagian orang menginterpretasikan globalisasi sebagai upaya melenyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga, semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. (Yusuf al-Qardhawi, 2001: 21). Dengan kata lain globalisasi ialah suatu proses membuka keadaan, yang pada umumnya dapat dipahami sebagai proses menjadikan negara-negara di dunia bagaikaan satu unit.
Yusuf al-Qardhawi mengatakan, bahwa terdapat perbedaan mendasar antara makna globalisasi (al-aulamah) yang dipahami dunia barat pada hari ini dengan makna globalisasi (al-ālamiah) yang dimaksudkan oleh Islam. Beliau menjadikan ayat al-Qur’an berikut ini sebagai hujjah, yaitu:
Seperti dalam firman Allah swt dalam QS. Al-Anbiya (21): 107
 Terjemahnya:
Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.

Globalisasi atau al-ālamiah yang dipahami oleh Islam  adalah sesuatu yang berasaskan nilai-nilai penghormatan dan persamaan kepada seluruh manusia,(QS. Al-Isra: 70) bahwa setiap manusia memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dihadapan Allah swt. Hal ini berbeda dengan pemahaman Barat mengenai globalisasi (al-aulamah) sekarang ini, yang mengartikannya sebagai keharusan untuk menguasai secara politik, ekonomi, kebudayaan, dan sosio kultural masyarakat agar sejalaan dengan kepentingan Negara-negara Barat yang disponsori oleh  Amerika. Penguasaan tersebut kemudian diarahkan lebih fokus lagi pada penguasaan Barat terhadap tatanan dunia Islam.
Pengaruh globalisasi terhadap dunia pada dasarnya dapat dibagi kepada tiga bahagian utama, yaitu : Pertama, globalisasi politik yang dimulai dari berakhirnya perang dunia kedua dan dimulainya perang dingin antara kekuatan-kekuatan besar di dunia untuk saling memperebutkan otoritas, pengaruh, hegemoni dan perebutan sumber ekonomi dan pasar internasional serta perang peradaban dan kultural di dunia global yang tak terbatasi lagi oleh wilayah teritorial. Maka sering dikatakan bahawa dengan berakhirnya perang dingin adalah dimulainya era globalisasi dalam arti yang sebenarnya.
  Kedua, Globalisasi Ekonomi. Menurut Jamaluddin ‘Atiyah, yang dimaksud dengan globalisasi di bidang ekonomi ialah menyatukan seluruh dunia kepada satu pasar bebas (free market) atau pemindahan kepemilikan umum dan perseroan-perseroan kepemilikan khusus untuk mengurangi pengawasan dan campur tangan pemerintah dalam negeri. (Amaluddin Atiyah, 2002: 52). Dengan tatanan ekonomi baru yang oleh dunia Barat disebut dengan globalisasi atau pasar besar, mereka menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi pintar dan kaya. Kenyataan yang terjadi adalah negara-negara maju dengan perusahaan-perusahaan besarnya menjadikan tatanan ekonomi baru yang disebut dengan globalisasi atau pasar bebas sebagai penjajahan model baru. corporate greed (kerakusan perusahaan besar) menjadi sinonim bagi profit, sedangkan “globalisasi” menjadi sinonim untuk cara-cara kapitalisme internasional menindas umat manusia.
Terakhir, Globalisasi  Sosial dan Budaya. Pengaruh globalisasi telah masuk kedalam seluruh kehidupan masyarakat, serta menghilangkan sekat-sekat geografis antara satu negara dengan negara yang lain, antara satu budaya dengan budaya yang lain. Dengan menggunakan istilah “kebudayaan internasional” atau “modernisme”, Barat yang dimotori oleh Eropa dan Amerika secara gigih mengekspor kebudayaan mereka ke belahan dunia yang lain. Dengan isu globalisasi ini, Barat ingin mewajibkan model, pemikiran, perilaku, nilai, gaya dan pola konsumsinya terhadap bangsa lain.
Sedangkan orang-orang Prancis memandang bahwa globalisasi adalah wujud halus dari Amerikanisasi yang mewujud dalam tiga simbol: (1) kepemimpinan bahasa Inggris sebagai bahasa kemajuan dan globalisasi, (2) dominasi film-film Hollywood dengan ide-ide rendah namun fasilitas yang fantastik, dan (3) minuman Coca-cola, sepotong burger dan Kentucky-nya. (Maryam Jamilah, 1983: 84).
 Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah globalisasi pemikiran (gazwul fikri) atau perang pemikiran sebagai hasil daripada perkembangan teknologi dan informasi khususnya televesi dan internet. Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan. Antaranya ialah: Pertama, dana yang diperlukan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik. Kedua, sasaran daripada ghazwul fikri ini tidak terbatas. Ketiga, serangannya dapat mengenai siapa saja, dimana saja dan kapan saja. keempat, tidak ada korban dari pihak penyerang. Kelima, korban tidak merasakan bahawa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang. Keenam, kesan yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang. Ketujuh, efektif dan efisien. (Abdul Halim El-Muhammady, 1992: 95)
Dengan uraian di atas, maka pengemban misi dakwah atau da’i harus cermat memperhitungkan dan menerapkan metode dakwah. Kecangggihan dan kemodernan globalisasi harus dijawab dengan dakwah yang canggih dan modern, bukan dengan dakwah konvensional.

Tantangan Dakwah di Era  Globalisasi
Ketika masyarakat memasuki era globalisasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan yang dihadapi semakin rumit. Tantangan tersebut tidak mengenal ruang, batas, waktu dan lapisan masyarakat, melainkan ke seluruh sektor kehidupan dan hajat hidup manusia, termasuk agama. Artinya, kehidupan kegamaan umat manusia tidak terkecuali Islam di mana pun ia berada akan menghadapi tantangan yang sama. Soejatmoko menandaskan bahwa agama pun kini sedang diuji dan ditantang oleh zaman (Soejatmoko, 1994: 78).
Meskipun diakui bahwa di satu sisi kemajuan IPTEK menciptakan fasilitas yang memberi peluang bagi pengembangan dakwah, namun antara tantangan dan peluang dakwah dewasa ini, agaknya tidak berimbang. Tantangan dakwah yang amat kompleks dewasa ini dapat dilihat dari minimal dari tiga perspektif, yaitu:
Pertama, perspektif prilaku (behaviouristic perspective). Salah satu tujuan dakwah adalah terjadinya perubahan prilaku (behaviour change) pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah kepada situasi yang lebih baik. Tampaknya, sikap dan prilaku (behaviour) masyarakat dewasa ini hampir dapat dipastikan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Kedua, tantangan dakwah dalam perspektif transmisi (transmissional perspective). Dakwah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau transmisi ajaran agama Islam dari da’i sebagai sumber kepada mad’u sebagai penerima. Ketika ajaran agama ditrasmisikan kepada masyarakat yang menjadi obyek, maka peranan media sangat menentukan. Ziauddin Sardar mengemukakan bahwa abad informasi ternyata telah menghasilkan sejumlah besar problem (Ziauddin Sardar, 1996: 16-17). Menurutnya, bagi dunia Islam, revolusi informasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi, agar umat Islam harus bisa memanfaatkannya untuk mencapai tujuan dakwah.
Ketiga, tantangan dakwah perspektif interaksi. Ketika dakwah dilihat sebagai bentuk komunikasi yang khas (komunikasi Islami),( Malik Idris, 2007: 111) maka dengan sendirinya interaksi sosial akan terjadi, dan di dalamnya terbentuk norma-norma tertentu sesuai pesan-pesan dakwah. Yang menjadi tantangan dakwah dewasa ini, adalah bahwa pada saat yang sama masyarakat yang menjadi obyek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak-pihak lain atau masyarakat sekitarnya yang belum tentu membawa pesan yang baik, bahkan mungkin sebaliknya.

Metode Dakwah di Era Globalisasi
Untuk mengantisipasi trend masyarakat modern harus dapat mempersiapkan materi-materi dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan dakwah harus ditata secara professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat menghasilkan kemasan dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan maningkatkan semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i  dalam memfilter trend masyarakat global yang negatif,( Abd. Madjid, 2000: 79) seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu; 1)Perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, 2) Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci, 3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan 4) Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.
Berkaitan dengan dampak globalisasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka dibutuhkan metode  yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis (Onong Uchjana E., 1999: 9). Dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajian. Sebenarnya, metode dakwah adalah sesuatu yang lazim dikenal dan diterapkan oleh da’i, akan tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut:

Gambar 1
Metode Dakwah
           

           

Adapun operasionalisasi dari ketiga metode tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya, b) Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya, dan c) Dakwah bi al-hal, yaitu berupa prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya (Wardi Bachtiar, 1997: 34).
Dalam rangka keberhasilan dakwah di era global, maka diperlukan da’i yang memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal, sesuai kata dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan kemampuan masyarakat.(Syahrin Harahap, 1999: 130).

Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
2.    Globalisasi sebagai sebuah trend dunia setidaknya terjadi dalam tiga ranah, yaitu: globalisasi politik, globalisasi ekonomi, dan globalisasi sosial budaya.
3.    Metode dakwah di era globalisasi dikelompokkan menjadi 3 bagian besar, yaitu: dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya. Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya. Dakwah bi al-hal, yaitu berupa prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya.








Daftar Rujukan

Agustian, Ari Ginanjar. ESQ; Emotional Spiritual Quetiont. Cet. VI; Jakarta: Arga, 2002

Atiyah, Amaluddin, al-Waqi’ wa al-mitsāl fi al-fikri al-islami al-muasir,  Beirut: Darr al-hudā, 2002.

Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet. II; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Halim, Abdul El-Muhammady, Dinamika Dakwah Suatu Perspektif dari Zaman Awal Islam hingga Kini, Kuala Lumpur: Budaya Ilmu, 1992.

Harahap, Syahrin, Islam dan Implementasi Pemberdayaan, Cet. I; Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 1999

Idris, Malik, Strategi Dakwah Kontemporer, Cet. I; Makassar: Sawah Press, 2007.

Jamilah, Maryam, Islam dalam Kancah Modernisasi, Bandung: NV Tarate, 1983.

Madjid, Abd., Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2000

Mukti Ali, Agama, Moralitas dan Perkembangan Kontemporer dalam, Mukti Ali dkk, Agama dalam Pergaulan Masyarakat Kontemporer, Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1998

Rais, Amin. Tauhid Sosial. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998S

Sardar, Ziauddin, Information and The Muslim World: A Strategy for The Twenty-First Century, diterjemahkan oleh Priyono dengan judul Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjangkau Informasi. Cet. VII; Bandung: Mizan, 1996

Yusuf al-Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2001